Kamis, 10 Januari 2013

Motivasi Berorganisasi


22. MOTIVASI BERORGANISASI
pentingnya motivasi
Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.

Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.

motivasi dalam organisasi
Model Tradisional
Model tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan – pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya system pengupahan insentif untuk memotivasi para pekerja – lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan.
Pandangan Tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan hanya dapat dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan ini cukup efektif. Sejalan dengan meningkatnya efesiensi, karyawan yang dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, manajer mengurangi besarnya upah insentif. Pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan pekerja akan mencari keamanan atau jaminan kerja daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara.
Model Hubungan Manusiawi
Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadahi. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa kontak – kontak social karyawan pada pekerjaannya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas – tugas yang bersifat pengulangan adalah factor – factor pengurang motivasi. Mayo dan lain – lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan – kebutuhan social mereka berguna dan penting.
Sebagai hasilnya, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar diarahkan kepada kelompok – kelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak informasi disediakan untuk karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.
Model Sumber Daya Manusia
Kemudian para teoritis seperti Mc. Gregor dan Maslow, dan para peneliti seperti Argyris dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi, dan mengemukakan pendekatan yang lebih “sophisticated” untuk memanfaatkan para karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak tidak hanya uangatau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan – keputusan dan pelaksanaan tugas – tugas.
MOTIVASI BERORGANISASI
Motivasi menduduki peranan penting dalam tegaknya organisasi. Banyak organisasi yang mandeg dan stagnan hanya karena motivasi para aktifisnya dan keluhan keluhan pra aktifis didalam organisadi tersebut. Para aktifis sudah menganggap organisasi ini sudah tidak mempunyai greget lagi, yang berkaibat hlangnya konsentrasi untuk menggerakkan roda organisasi. Untuk itulah perlu adanya evaluasi kritis atas motivasi berorganisasi.

Dalam kajian psikologi, motivasi sering didefinisikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak hati dalam diri individu (Hersey, Blanchard dan Johnson, 1996), dengan kata lain sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu, atau sekurang-kurangnya mengembangkan sesuatu karena hal tertentu (Hodgetts,1996). Kemudian dijelaskan lebih jauh oleh Abraham Maslow manusia memiliki motivasi karena didorong oleh adanya kebutuhan-kebutuhan, yaitu
- kebutuhan fisiologis dasar (the physiological needs),
- kebutuhan akan rasa aman dan tentram (the safety and security needs),
- kebutuhan untuk dicintai dan disayangi (the love and belonging needs),
- kebutuhan untuk dihargai (the esteem needs),
- kebutuhan untuk aktualisasi diri (self-actualization).
Teori Abraham Maslow ini telah dianut oleh sebagain besar umat manusia bahkan bisa jadi dianut juga oleh para aktivis organisasi yang berbasis Islam. Untuk itu kritik atas teori hirarki Maslow ini perlu didiskusikan.
Dalam kajian psikologi kontemporer, para analis psikologi mencoba untuk melakukan kritik atas teori Maslow ini antara lain yang dilakukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya Spiritual Capital (Mizan: 2005) tentang perlunya pembalikan hirarki kebutuhan. Beberapa kritik lain atas teori Maslow ini juga muncul dari para pegiat psikologi terapan di Indonesia antara lain yang dilakukan oleh Ubaydillah,AN seorang trainer dengan bidang kekhususan Life Learning Skill Development (Mari membalik Hirarki, http://www.e-psikologi.com,2006).
Dalam analisisnya berdasarkan bacaan-bacaan di bidang manajemen terdapat tiga kritik penting terhadap teori Maslow.
Pertama, setiap tingkatan atau hierarki, harus dipenuhi lebih dulu sebelum tingkatan berikutnya diaktifkan. Orang tidak terdorong untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan sosial sebelum kebutuhan fisiknya dapat dipenuhi. Orang tidak terdorong untuk mengaktualisasikan dirinya sebelum kebutuhan lain-lain terpenuhi.
Kedua, setelah satu kebutuhan dipenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi dapat memotivasi perilaku seseorang. Tingkatan kebutuhan di atas hanya bisa diibaratkan seperti pintu masuk. Jauh sebelum kita sampai rumah, yang kita tuju adalah pintu masuk rumah. Begitu kita sudah sampai di depan rumah, kepentingan kita dengan pintu masuk hanyalah untuk bisa melewatinya. Jika ini dikaitkan dengan usaha memotivasi orang, maka yang diperlukan adalah mengetahui sudah sampai pada hierarki ke berapa kini orang itu berada. Seandainya orang itu masih berada pada hierarki fisiologi lantas dimotivasi untuk melakukan hal-hal yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan sosial, ini mungkin tidak kena. Paling-paling dia akan jawab: “wong cari makan aja susah, masak diajak yang nggak-nggak. . .”.
Ketiga, Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu menjadi dua tingkat, yaitu: tingkat atas dan tingkat bawah. Kebutuhan fisiologis dan keamanan digambarkanya sebagai kebutuhan tingkat bawah. Sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri digambarkannya sebagai kebutuhan tingkat atas. Kebutuhan tingkat bawah mendapatkan pemenuhan dari faktor eksternal. Sementara kebutuhan tingkat atas mendapatkan pemenuhan dari faktor internal.
Teori – Teori Motivasi
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
§  Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
§  Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
1. Teori Isi (Content Theory)
Teori isi terdiri dari 4 teori pendukung, yaitu :
a. Teori Hirarki Kebutuhan ( A. Maslow)
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
1) fisiologis (physiological),
2) keselamatan atau keamanan (safety and security),
3) rasa memiliki atau social (belongingness and love),
4) penghargaan (esteem),
5) aktualisasi diri (self actualizatin).
Menurutnya kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dalam suatu urutan hierarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Suatu kebutuhan pada urutan paling rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif.
b. Teori E-R-G ( Clayton Alderfer)
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah ;
1) Eksistence (E) atau Eksistensi. Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
2) Relatedness (R) atau keterkaitan. Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
3) Growth (G) atau pertumbuhan. Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Alderfer menyatakan bahwa, pertama, bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Kedua, meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
1) Frustration – Regression
2) Satisfaction – Progression
c. Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah ;
1) Achievement Motive (nAch): Motif untuk berprestasi
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung untuk menghindari situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko sangat tinggi. Situasi dengan resiko yang sangat kecil menjadikan prestasi yang dicapai akan terasa kurang murni, karena sedikitnya tantangan. Sedangkan situasi dengan risiko yang terlalu tinggi juga dihindari dengan memperhatikan pertimbangan hasil yang dihasilkan dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya mereka lebih suka pada pekerjaan yang memiliki peluang atau kemungkinan sukses yang moderat, peluangya 50%-50%. Motivasi ini membutuhkan feed back untuk memonitor kemajuan dari hasil atau prestasi yang mereka capai.
2) Affiliation Motive (nAff): Motif untuk bersahabat.
Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat menginginkan hubungan yang harminis dengan orang lain dan sangat ingin untuk merasa diterima oleh orang lain. Mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sistem norma dan nilai dari lingkungan mereka berada. Mereka akan memilih pekerjaan yang meberikan hasil positif yang signifikan dalam hubungan antar pribadi. Mereka kana sangat senang menjadi bagian dari suatu kelompok dan sangat mengutamakan interaksi solsial. Mereka umumnya akan maksimal dalam pelayanan terhadap konsumen dan interkasi dengan konsumen (customer service and client interaction situations).
3) Power Motive (nPow) : Motif untuk berkuasa
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
a) Personal power. Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
b) Institutional power. Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
d. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia :
1) Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau disebut juga motivator. Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
2) Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.

2. Teori Proses (Process Theory)
Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :
a. Equity Theory (S. Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
1) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan. 
b. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2) Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha. 
c. Goal Setting Theory (Edwin Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : 
1) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. 
Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
1) Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
2) Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
3) Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.
d. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar