
Pengertian Koordinasi
Menurut
G.R. Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk
menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk
menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah
ditentukan. Sedangkan menurut E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan
menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan
masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan
yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007:85).
Menurut
Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu proses di mana
pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya
dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.
Sementara
itu, Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses
pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang
terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien.
Menurut
Handoko (2003:196) kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan
kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan
bermacam-macam satuan pelaksananya. Hal ini juga ditegaskan oleh Handayaningrat
(1985:88) bahwa koordinasi dan komunikasi adalah sesuatu hal yang tidak dapat
dipisahkan. Selain itu, Handayaningrat juga mengatakan bahwa koordinasi dan
kepemimpinan (leadership) adalah tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena
satu sama lain saling mempengaruhi.
Terdapat
3 (tiga) macam saling ketergantungan di antara satuan-satuan organisasi seperti
diungkapkan oleh James D. Thompson (Handoko, 2003:196), yaitu:
1.
Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuan-satuan
organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan
kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang
memuaskan untuk suatu hasil akhir.
2.
Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependece), di mana suatu
satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum satuan
yang lain dapat bekerja.
3.
Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan
hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.
Ketiga
hubungan saling ketergantungan ini dapat digambarkan seperti terlihat pada
diagram berikut ini.
Lebih
lanjut Handoko (2003:196) juga menyebutkan bahwa derajat koordinasi yang tinggi
sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak dapat
diperkirakan, faktor-faktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling
ketergantungan adalah tinggi.Koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi
organisasi-organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi.
Kebutuhan
Akan Koordinasi
kegiatan-kegiatan
dari satuan - satuan organisasi berbeda dalam kebutuhan integrasi. kebutuhan
akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam
pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan
pelaksanaannya. bila tugas-tugas tersebut memerlukan aliran informasi antar
satuan, derajat koordinasi yang tinggi adalah paling baik.derajat koordinasi
yang tinggi ini sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak
dapat diperkirakan, faktor-faktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling
ketergantungan adalah tinggi. koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi
organisasi-organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi. menurut james
D.Tompson, ada 3 macam saling ketergantungan diantara satuan-satuan organisasi
1. saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang laindalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.
2. saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence), dimana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum satuan yang lain dapat bekerja.
3. saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.
1. saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang laindalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.
2. saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence), dimana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum satuan yang lain dapat bekerja.
3. saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.
KOORDINASI PERENCANAAN PRODUKSI DAN LOGISTIK DENGAN
PENDEKATAN GOAL PROGRAMMING
Garam merupakan salah satu kebutuhan pokok
masyarakat mdonesia yang semestinya mendapat perhatian dari pemerintah.
Perusahaan pemerintah yang mempunyai wewenang memproduksi dan mendistribusikan
garam ke seluruh Indonesia adalah PT.Garam. PT.Garam mempunyai empat daerah
penggaraman yaitu, Sumenep, Sampang, Pamekasan dan Gersik putih. Hasil
penggaraman ini akan didistribusikan ke masing-masing cabang niaga diseluruh
Indonesia yang dibagi ke dalam 9 cabang niaga, yaitu: Sumatera utara, Sumatera
barat, Riau, Sumatera selatan, Lampung, Kalimantan selatan, Kalimantan barat,
Kalimantan Timur dan Sulawesi utara. Untuk membantu koordinasi perencanaan
produksi dan logistik daiam penelitian ini diusulkan perencanaan produksi dan
logistik secara terkoordinasi dengan model goalprogramming . Tujuan perencanaan
ini adalah untuk mengoptimalkan produksi dari daerah produksi dengan tiga jenis
garam yang akan dialokasikan ke cabang niaga. Model perencanaan meliputi
multiobjektive yaitu memaksimumkan keuntungan, peningkatan produksi dan
meminimalkan stockout. Model yang digunakan adalah pre-emptive goalprogramming
dimana dalam menentukan tingkat kepentingan fungsi tujuan dengan condorcet
effect. Model dibuat untuk tahun perencanaan 2003. Model terdiri dari 108
variabel keputusan, 3 fungsi tujuan, 51 variabel deviasi. Hasil optimasi
diperoleh dengan bantuan software QS.3.0. Hasil optimasi Model 2000
dibandingkan dengan realisasi dari PT.Garam, dimana diperoleh hasil optimasi
dari model lebih menguntungkan dari realisasi. Hal ini menunjukan bahwa model
telah teruji kevalidasiannya. Dari pengembangan dan analisa sensitivitas
diperoleh kesimpulan bahwa dengan penambahan dan pengurangan keuntungan tidak
mempengaruhi tujuan lain, penambahan total produksi terjadi kenaikan keuntungan
dan bila pengurangan terajadi pengurangan stockout, penambahan dan pengurangan
stockout terjadi kenaikan yang sama pada keuntungan dan total produksi tidak
terjadi perubahan, peaambahan permintaan terjadi kenaikan keuntungan sedangkan
total produksi dan stockout tidak terjadi perubahan, pengurangan budget terjadi
kenaikan keuntungan sedangkan total produksi tidak terjadi perubahan dan akan
terjadi penurunan pada stockout. Kata Kunci: Perencanaan Produksi dan Logistik,
Goalprogramming, condarcet effect, Soft ware QS.3.0, Koordinasi
Masalah
– Masalah Pencapaian Koordinasi Yang Efektif
Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch (Handoko, 2003:197) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:
1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu.
Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Misalnya bagian penjualan menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada kualtias produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya sebagai faktor paling penting sukses organisasi.
2. Perbedaan dalam orientasi waktu.
Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.
3. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi.
Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain.
4. Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan.
Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch (Handoko, 2003:197) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:
1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu.
Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Misalnya bagian penjualan menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada kualtias produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya sebagai faktor paling penting sukses organisasi.
2. Perbedaan dalam orientasi waktu.
Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.
3. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi.
Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain.
4. Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan.
Pendekatan
– Pendekatan Untuk Mencapai Koordinasi Yang Efektif
Pendekatan ini dapat di tempuh dengan dua jalan yaitu:
1. Pendekatan Potensi Koordinasi.
Pendekatan koordinasi ini meliputi sistem:
a. Sistem Informasi Vertical.
Adalah suatu sistem di mana informasi dapat di kirimkan ke atas dan kebawah jenjang organisasi. Misalnya penanganan IDT (inpres desa tertinggal) dari menteri dalam negeri sampai ke desa tertinggal dan sebaliknya.
b. Sistem Informasi Lateral.
Sistem ini mengabaikan rantai komando. Hubungan lateral (hubungan ke samping atau sejajar) ini memungkinkan adanya pertukaran informasi yang di butuhkan dapat di pertanggung jawabkan. Misalnya dalam kasus tanah perlu adanya informasi lateral atau badan pertanahan nasional, departemen dalam negeri, departemen kehutanan, dan departemen kehutanan.
c. Sistem Informasi Manajer Penghubung.
Manajer penghubung mempunyai wewenang formal atas semua unit yang terlibat dalam sebuah proyek. Manajer penghubung perlu di laksanakan apabila di perkirakan koordinasi secara efektif tidak berhasil di laksanakan.
2. Pendekatan Struktur.
Pendekatan ini di lakukan apabila perusahaan merasakan adanya iklim yang tidak sehat pada unit-unit karena adanya penunpukan kegiatan pada satu unit. Pendekatan ini di kenal sebagai organisasi matrik. Yaitu mencirikan adanya satuan tugas atau proyek. Satuan tugas ini dapat di bubarkan apabila proyek telah selesai.
Pendekatan ini dapat di tempuh dengan dua jalan yaitu:
1. Pendekatan Potensi Koordinasi.
Pendekatan koordinasi ini meliputi sistem:
a. Sistem Informasi Vertical.
Adalah suatu sistem di mana informasi dapat di kirimkan ke atas dan kebawah jenjang organisasi. Misalnya penanganan IDT (inpres desa tertinggal) dari menteri dalam negeri sampai ke desa tertinggal dan sebaliknya.
b. Sistem Informasi Lateral.
Sistem ini mengabaikan rantai komando. Hubungan lateral (hubungan ke samping atau sejajar) ini memungkinkan adanya pertukaran informasi yang di butuhkan dapat di pertanggung jawabkan. Misalnya dalam kasus tanah perlu adanya informasi lateral atau badan pertanahan nasional, departemen dalam negeri, departemen kehutanan, dan departemen kehutanan.
c. Sistem Informasi Manajer Penghubung.
Manajer penghubung mempunyai wewenang formal atas semua unit yang terlibat dalam sebuah proyek. Manajer penghubung perlu di laksanakan apabila di perkirakan koordinasi secara efektif tidak berhasil di laksanakan.
2. Pendekatan Struktur.
Pendekatan ini di lakukan apabila perusahaan merasakan adanya iklim yang tidak sehat pada unit-unit karena adanya penunpukan kegiatan pada satu unit. Pendekatan ini di kenal sebagai organisasi matrik. Yaitu mencirikan adanya satuan tugas atau proyek. Satuan tugas ini dapat di bubarkan apabila proyek telah selesai.
Mekanisme
– Mekanisme Pengkoordinasian Dasar
Komponen-komponen
vital dalam manajemen yang secara ringkas dapat di uraikan sebagai berikut:
1.Hierarki
manajerial. Rantai perintah, aliran informasi dan kerja, wewenang formal,
hubungan tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas dapat menumbuhkan
integrasi bila di rumuskan secara jelas dan tepat serta dilaksanakan dengan
pengarahan yang tepat.
2.Aturan
dan prosedur. Aturan-aturan dan prosedur –prosedur adala keputusan-keputusan
manajerial yang di buat untuk menanggani kejadian-kejadian rutin, sehingga
dapat juga menjadi peralatan yang efisisen untuk koordinasi dan pengawasan
rutin.
3.Rencana
dan penetapan tujuan.
Meningkatkan
Koordinasi Potensial
Meningkatkan
koordinasi potensial bila tiap bagian saling tergantung satu dengan lainnya
serta lebih luas dalam ukuran dan fungsi. Koordinasi ini dapat ditingkatkan dengan melalui dua cara, yaitu :
1.Sistem informasi vertikal,
penyaluran data-data melalui tingkatan-tingkatan organisasi. Komunikasi ini
bisa di dalam atau di luar lantai perintah.
2.Hubungan-hubungan lateral
(horizontal), dengan membiarkan informasi dipertukarkan dan keputusan dibuat
pada tingkat dimana informasi diperlukan. Ada beberapa hubungan lateral: kontak
langsung, peranan penghubung, panitia dan satuan tugas, pengintegrasian
peranan, peranan penghubung manajerial, serta organisasi matriks.
Pengurangan
Kebutuhan Akan Koordinasi
Mengurangi
kebutuhan akan koordinasi, ada dua metode pengurangan kebutuhan koordinasi,
yaitu :
1.
Penciptaan sumberdaya tambahan yang memberikan kelonggaran bagi satuan kerja,
misalnya penambahan tenaga kerja, bahan dasar dan pembantu, modal, pengurangan
tugas dan masalah-masalah yang timbul sekarang.
2. Penciptaan tugas – tugas yang dapat berdiri sendiri, dengan cara mengubah karakter satuan organisasi.
2. Penciptaan tugas – tugas yang dapat berdiri sendiri, dengan cara mengubah karakter satuan organisasi.
DAFTAR
PUSTAKA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar